Mindanao adalah
salah satu wilayah di bagian selatan negara Filiphina yang hingga saat ini
masih di selimuti dengan konflik terbuka di tengah kehidupan masyarakatnya.
Tulisan ini secara umum mencoba untuk menganalisa latar belakang dan bagaimana
konflik terbuka tersebut masih menyelimuti wilayah Mindanao hingga saat ini.
Berangkat dari
nilai sejarah, wilayah Mindanao sejak dahulu telah di tempati oleh suku bangsa
Moro sebagai mayoritas kelompok suku bangsa yang mendiami wilayah tersebut,
selain terdapat suku lain seperti suku bangsa Marano dan Tausug. Suku bangsa
Moro secara keseluruhan menganut kepercayaan Islam yang di bawa oleh para
saudagar dan para ulama islam yang dulu melakukan perjalaan dari wilayah timur
tengah ke wilayah Asia Tenggara dengan tujuan perdagangan dan dakwah Islam.
Suku bangsa Moro menjadikan wilayah Mindanao
sebagai basis perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan negara Filiphina pada
saat peperangan melawan penjajahan yang pada saat itu di lakukan oleh
negara-negara penjajah seperti; Spanyol, Jepang dan Amerika Serikat. Degan
tujuan yang hampir sama, pada umunya, penjajahan yang di laukan di Filiphina
memiliki tujuan seperti halnya misi bagsa Spanyol yang melakukan penjajahan
guna mencari kekayaan sumber daya alam berupa rempah-rempah dan melakukan
penyebaran ideologi atau pemikiran untuk menyebarkan ajaran Agama Kristen.
Kemunculan
Amerika Serikat sebagai pemenang dalam Perang Dunia II yang hingga kini
menjadikannya sebagai negara Super Power membawa pengaruh tersendiri dalam
perjuangan masyarakat muslim Mindanao, hal ini dibuktikan dengan penyerahan
kekuasaan Sepanyol ke Amerka Serikat, hingga pemberian kemerdekaan negara
Filiphina oleh Amerika Serikat pada 4 juli 1946. Kemerdekaan yang di berikan
oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap Filiphina sesaat menjadikan hiporia
kemerdekaan seluruh masyarakat Filiphina di tiga pulau yang menjadi wilayah
kedaulatan negara tersebut antara lain; Wilaya Manila yang saat ini menjadi
Ibukota serta di jadikan pusat pemerintahan negara Filiphina, Cebu dan wilayah
Mindanao. Namun hiporia kemerdekaan tersebut tidak berjalan lama setelah
keinginan salah satu wilayah yang berada di dalam kedaulatan negara tersebut
berusaha untuk memisahkan diri dan merdeka secara penuh, yaitu wilayah Mindanao
dengan suku bangsa Moro yang berada di dalamnya.
Suku bangsa
Moro di Mindanao yang mayoritas memeluk kepercayaan Islam tersebut menginginkan
kemerdekaan penuh dari kedaulatan pemerinta Filiphina dengan mendirikan negara
Mindanao yang merdeka, tentu saja hal ini ditolak oleh pemerintah yang berkuasa
atas wilayah tersebut yaitu pemerintah Filiphina yang pada saat itu berusaha
untuk mempertahankan wilayah mindanao agar tetap menjadi wilayah kedaulatan
negara Filiphina, hingga akhirnya timbul konflik yang berkepanjangan antara
pemerintah Filiphina dengan gerakan “kelompok separatis” yang menginginkan
kemerdekaan penuh di Mindanao.
Kemunculan
gerakan separatis di Mindanao tidak terlepas dari pengaruh kuatnya ideologi muslim yang melekat dalam keidupan masyarakat di wilayah tersebut, hal
ini di ungkapkan oleh salah satu pemimpin pergerakan Kemerdekaan Mindanao yaitu
Nur Misuari, dengan menungkapkan bahwa pada dasarnya keinginan untuk medapatkan
kemerdekaan seutuhnya dari pemerintah Filiphina dikarnakan beberapa hal, antara
lain; setelah kemerdekaan yang di dapatkan oleh pemerintah Filiphina terjadi
penindasan yang dilakukan pemerintah Filiphina terhadap masyarakat muslim
Mindanao terutama dengan kedatangan kelompok kristen di wilayah Mindano yang
secara keseluruhan menguasi sumber-sumber penting seperti perekonomian di
wilayah mindanao, sedangkan mayoritas masyarakat muslim yang mendiami wilayah
Mindanao diabaikan begitu saja. Selain itu tujuan pemerintah di Mindanao
menyerupai tujuan para penjajah yang pada saat itu berusaha menguras kekayaan
sumber daya alam yang ada di wilayah Mindanao.
Setelah
pecahnya konflik berkepajangan antara pemerintah Filiphina dengan “Kelompok
Separatis” di mindanao, akhirnya pada tahun 1976 diadakan perundingan anatar
kedua belah pihak yang di lakukan di Tripoli dengan hasil pemberian otonomi
penuh yang diberikan pemerintah Filiphina di wilayah Mindanao dengan nama Perjanjian
Tripoli. Namun Proses perdamaian ini sendiri tidak seutuhnya memecahkan
permasalahan yang di hadapi oleh pemerintah Filiphina hingga saat ini terutama
terhadap upaya penghentian konflik terbuka yang terjadi di dalam wilayah
kedaulatan negara tersebut.
Keberadaan
kelompok seperatis yang bersenjata di wilayah Mindanao saat ini justru terpecah
hingga melahirkan beberapa kubu yang saling bertentangan, Kelompok yang
mengkalim dirinya sebagai perwakilan utama kelompok muslim dan bangsa Moro
Mindanao yaitu MILF atau Moro Islam Liberation Front yang mengakui bahwa pada
saat ini merekalah yang memiliki kedaulatan penuh untuk menjalakan otonomi
penuh yang di berikan pemerintah Filiphina tersebut, namun setelah perpecahan
internal yang terjadi dengan kemunculan kelompok separatis lainnya seperti BIFF
Bangsamoro Islamic Freedom Fighters.
Perbedaan
kepentingan sebagai satu kata kunci yang Vital di dalam konflik menjadi
persoalan utama perpecahan kelompok pergerakan kemerdekaan Mindanao tersebut,
seperti halnya kelompok MILF yang menyetujui otonomi khusus yang di berikan
oleh pemerintah Filiphia di Mindanao atau yang di sebut sebagai ARMM The
Autonomous Region in Muslim Mindanao, menimbulkan perpecahan internal di dalam
kelompok tersebut akibat ketidak puasan beberapa anggota yang berada didalamnya
terhadap keputusan yang menurut mereka telah melenceng dari tujuan utama untuk
mendapatkan kemerdekaan wilayah Mindanao secara penuh, hal ini dapat di lihat
dari pernyataan Ameril Umbra Kato sebagai pemimpin kelompok BIFF yang sebelumnya merupakan salah satu
pemimpin dalam kelompok MILF. Perbedaan kepentingan dalam hal ini merupakan kata kunci terjadinya pertikaian hingga menciptakan
konflik berkepanjangan yang hingga saat ini menyliuti wilyah Mindanao. Usaha-usaha perundingan yang telah dan akan di lakukan di kemudian hari dapat di predisiksikan sebagai suatu langkah yang tidak ada hasilnya bila perbedaan kepentingan terutama dengan latarbelakang Agama di jadikan sandaran dalam memperjuangkan suatu hak ulayat atau wilayah kekuasaan.
No comments:
Post a Comment